Belajar Islam

Cahaya di Atas Cahaya


Maksiat adalah Bantuan Manusia kepada Musuhnya

Maksiat ialah bantuan yang diberikan manusia untuk menguatkan musuhnya, syaitan, dan tergolong pasukan yang menguatkan musuh untuk memerangi dirinya.

Yang demikian itu ditetapkan Allah untuk menguji manusia dengan musuh yang tidak pernah berpisah darinya, walaupun hanya sekejap mata, serta dengan teman yang tetap terjaga dan tidak pernah lalai. Musuh dan bala tentaranya tersebut melihat manusia dari suatu tempat yang tidak bisa dilihat oleh mereka. Musuh tadi menyerangnya pada setiap kesempatan. Setiap kali musuh itu mampu (berkesempatan) membuat makar terhadap manusia tadi, tentu saja ia akan melakukannya, dengan meminta bantuan kepada keturunan moyangnya, yaitu syaitan dari kalangan jin, juga kepada selain mereka, yakni syaitan dari kalangan manusia. Kemudian, musuh pun menyusun strategi, mempersiapkan semua jebakan, dan menebar mata-mata.

Musuh itu berkata kepada para pembantunya: “Binasakanlah musuh kalian sekaligus musuh moyang kalian (manusia)! Jangan sampai kalian gagal dalam hal ini sehingga dia mendapatkan Surga, sementara kalian di Neraka; dia mendapat rahmat, sedangkan kalian mendapat laknat. Kalian tahu apa yang telah menimpa kita, berupa kehinaan, laknat, dan terjauhkan dari rahmat Allah, adalah karena mereka. Oleh sebab itu, berusahalah dengan sungguh-sungguh untuk menjadikan orang-orang tersebut bersama-sama kita dalam bencana ini. Sesungguhnya kita tidak akan bisa tinggal bersama dengan orang-orang shalih dari kalangan mereka di Surga.”

Allah telah memberitahukan kepada kita segala tindak-tanduk musuh itu (syaitan), sekaligus memerintahkan kita untuk bersiap-siap menghadapinya.

Ketika Allah mengetahui bahwa Adam dan keturunannya mendapatkan musibah akibat musuh ini, yaitu musuh yang telah mengusai mereka, maka Dia membantu mereka dengan pasukan dan tentara untuk menghadapi musuh tersebut. Dan musuh manusia tadi juga dibantu dengan pasukan dan tentaranya.

Allah mensyariatkan jihad sepanjang hayat di dunia, yang jika dibandingkan dengan akhirat hanyalah seperti satu nafas dari nafas-nafasnya. Allah membeli harta dan jiwa kaum Mukminin dengan Surga, hingga mereka berperang di jalan-Nya, mereka membunuh atau terbunuh. Lantas, Allah mengabarkan bahwa itu adalah janji yang ditegaskan dalam Kitab-Kitab-Nya yang paling mulia: Taurat, Injil, dan al-Qur-an; sekaligus mengabarkan bahwa tidak ada yang lebih menepati janji daripada Dia. Selanjutnya, Allah memerintahkan mereka agar bergembira dengan transaksi ini.

Barang siapa yang ingin mengetahui nilai jual beli tadi maka hendaklah dia melihat siapa pembelinya, harga yang ditawarkan, dan siapa yang melangsungkan proses transaksi. Adakah keberuntungan yang lebih besar daripada ini? Transaksi manakah yang lebih menguntungkan daripadanya?

Allah pun menguatkan perkara ini bagi manusia melalui firman-Nya:

بتأيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا هَلْ أَدُلُكُمْ عَلَى بِجَرَةٍ تُجِيكُم مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ ) تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وجهدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَلِكُمْ وَأَنفُسِكُمْ ذَلِكُم جز لكن إن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ ) يغفر لكم ذنوبكو وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّتٍ تَجْرِى مِن تَحْهَا الْأَنْهَرُ وَمَسَكِنَ طَيِّبَةً فِي جَنَّتِ عَدْنٍ ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ ) تُحِبُّونَها نَصْرُ مِنَ اللَّهِ وَفَتْحٌ قَرِيبُ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ وَأُخْرَى

“Wahai orang-orang yang beriman! Maukah kamu Aku tunjukkan suatu perdagangan yang dapat menyelamatkan kamu dari adzab yang pedih? (Yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahui, niscaya Allah mengampuni dosa-dosamu dan memasukkan kamu ke dalam Surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, dan ke tempat-tempat tinggal yang baik di dalam Surga ‘Adn. Itulah kemenangan yang agung. Dan (ada lagi) karunia yang lain yang kamu sukai (yaitu) pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat (waktunya). Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang Mukmin.” (QS. Ash-Shaff: 10-13)

Tidaklah Allah menjadikan musuh berkuasa atas hamba-Nya yang Mukmin-salah satu makhluk-Nya yang sangat Dia cintai- melainkan karena jihad adalah perkara yang paling dicintai-Nya. Pelaku jihad adalah makhluk yang paling tinggi derajatnya serta dekat kedudukannya di sisi-Nya. Bahkan, Rabb kita mengikatkan bendera perang ini kepada intisari makhluk-Nya, yaitu hati, yang merupakan tempat mengenal, mencintai, dan menyembah-Nya; sekaligus tempat keikhlasan, tawakkal, dan taubat. Urusan perang ini Allah wakilkan kepada hati, lalu Dia menolong dengan pasukan dari kalangan Malaikat yang selalu menyertai kaum Mukminin.

لَهُ مُعَقِبَتُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ، يَحْفَظُونَهُ مِنْ أَمْرِ اللهِ .

“Baginya (manusia) ada malaikat-malaikat yang selalu menjaganya bergiliran, dari depan dan belakangnya. Mereka menjaganya atas perintah Allah….” (QS. Ar-Ra’d: 11)

Para Malaikat tersebut datang silih berganti. Apabila sebagiannya pergi, maka datanglah sebagian yang lain untuk mengokohkannya, menyuruhnya mengerjakan kebaikan, mendorongnya, menolong, dan menjanjikannya kemuliaan di sisi Allah. Mereka berkata kepadanya: “Sungguh, ini hanyalah kesabaran sesaat, sedangkan engkau akan bersenang-senang untuk selamanya.”

Kemudian, Allah menolong hati dengan pasukan yang lain, yaitu wahyu dan firman-Nya, dan Allah mengirimkan Rasul-Nya serta menurunkan Kitab-Nya untuk manusia. Maka bertambahlah kekuatan di atas kekuatan, bantuan di atas bantuan, pertolongan di atas pertolongan, dan persiapan di atas persiapan. Di samping itu, hati juga diperkuat dengan akal yang bertindak sebagai pendamping dan pengatur; dengan pengetahuan, sebagai penasihat dan penunjuk; dengan iman, sebagai pengokoh dan penolong; dan dengan keyakinan, sebagai pengungkap hakikat perkara; hingga seolah-olah ia melihat apa yang dijanjikan Allah kepada para wali dan golongan-Nya atas musuh- musuh-Nya. Akal mengatur pasukannya; pengetahuan memberi masukan informasi tentang strategi perang dan posisi yang tepat; iman mengokohkan, menguatkan, dan menjadikannya sabar; dan keyakinan membuatnya maju menyerang dengan serangan yang tepat.

Selanjutnya, Allah menolong pelaku peperangan ini dengan kekuatan yang tampak dan tersembunyi. Dia jadikan mata sebagai pengamatnya, telinga sebagai pembawa berita, lisan sebagai penerjemahnya, serta kedua kaki dan tangan sebagai para penolongnya. Lalu Allah memerintahkan para Malaikat dan para pengusung Arsy-Nya agar memintakan ampunan untuk manusia, memohon agar Allah menjaganya dari segala keburukan, dan memasukkannya ke dalam Surga. Hingga akhirnya, Allah sendiri yang membelanya, seraya berkata: “Mereka adalah golongan-Ku.” Sesungguhnya golongan Allah itulah orang-orang yang beruntung.

Allah berfirman:

… أولَتَهكَ حِزب الله ألا إِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (٢)

… Merekalah golongan Allah. Ingatlah, sesungguhnya golongan Allah itulah yang beruntung. (QS. Al-Mujadilah: 22)

Allah juga berfirman: “Mereka adalah tentara-Ku.”

وَإِنَّ جُندَنَا لَهُمُ الْغَلِبُونَ )

“Dan sesungguhnya bala tentara Kami itulah yang pasti menang.’ (QS. Ash-Shâffät: 173)

Allah mengajarkan para hamba-Nya tentang tata cara jihad dan peperangan ini. Pendidikan ini digabungkan dalam empat kata. Allah berfirman:

يَأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اصْبِرُوا وَصَابِرُوا وَرَابِطُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ
تُفْلِحُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.” (QS. Ali Imran: 200)

Jihad tidak sempurna selain dengan empat perkara di atas.

Kesabaran tidak sempurna melainkan dengan mushabarah, yaitu meneguhkan kesabaran hati dengan menjaganya dan mengawasi musuh, agar musuh tidak menyusup masuk serta tidak melewati pos-pos keamanan.

Setelah meneguhkan kesabaran dan mengawasi musuh, masih dibutuhkan satu perkara lagi, yaitu murabathah. Maksud murabathah adalah melazimi (mengawasi dan melindungi) pos-pos mata, telinga, lisan, mulut atau perut, tangan, dan kaki. Lewat pos-pos inilah musuh masuk, melakukan spionase, dan membuat kerusakan. Sekali lagi, murabathah meneguhkan kekuatan pos-pos tersebut, jangan sampai dibiarkan satu pos pun kosong yang bisa dimasuki musuh.

Para Sahabat Nabi adalah sebaik-baik makhluk sesudah para Nabi dan Rasul, sekaligus manusia yang paling kuat perlindungannya dari syaitan. Namun, pada peristiwa Perang Uhud, ketika mereka meninggalkan pos yang diperintahkan untuk tetap dijaga, maka masuklah musuh dan terjadilah apa yang terjadi (bencana kekalahan menimpa kaum Muslimin).

Dari empat perkara yang tadi disebutkan, tiga perkara terkumpul pada takwa kepada Allah dan sekaligus menjadi tiang bagi ketiganya. Sabar, mushâbarah, dan murâbathah tidaklah bermanfaat kecuali dengan adanya takwa. Takwa itu sendiri tidak akan tegak, melainkan dengan kesabaran.

Sekarang, bayangkanlah bertemunya dua pasukan yang bershaf-shaf di dalam dirimu. Perhatikanlah, bagaimana terkadang kamu berada di atas angin (beruntung) dan terkadang menderita kerugian. Penguasa kekufuran mendatangimu dengan pasukan dan bala tentaranya, lalu ia mendapati hati tengah berada dalam bentengnya dan duduk di atas kursi kerajaannya. Titahnya terlaksana berkat para pembantunya. Ia dikelilingi oleh tentara yang berperang untuk menjaganya dan melindungi kerajaannya. Musuh tersebut tidak dapat menyerangnya, melainkan dengan cara bersekongkol dengan sejumlah pemangku jabatan dan tentaranya.

Musuh tadi bertanya: “Siapakah ajudan pribadi dan orang yang kedudukannya paling dekat dengan hati?” Ada yang menjawab: “Yang terdekat dengannya hawa nafsu”

Setelah itu, musuh tadi berkata kepada para pembantunya: “Datangilah hawa nafsu dan penuhi keinginannya. Amatilah perkara- perkara yang dicintainya dan apa saja yang disukainya, kemudian janjikan serta berikan semua itu kepadanya. Jadikanlah apa yang dicintai tersebut senantiasa terbayang olehnya, baik dalam kondisi tidur maupun jaga. Jika hawa nafsu sudah merasa tenteram dengan hal itu, maka lemparkanlah kail dan perangkap syahwat kepadanya, lalu seretlah ia kepada kalian. Apabila hawa nafsu itu sudah bersatu dengan kalian untuk melawan hati, itu berarti kalian telah menguasai pos mata, telinga, lidah, mulut/perut, tangan, dan kaki.

Jagalah pos-pos ini sebaik-baiknya. Jika musuh bisa masuk ke hati melalui pos-pos tersebut, niscaya hati akan terbunuh, tertawan, atau minimal terluka parah. Jangan abaikan pos-pos tadi, dan jangan biarkan ada pasukan masuk dari pos yang menuju hati tersebut. Jika kalian merasa tidak mampu mempertahankannya dan akan kalah, tetaplah berusaha dengan sungguh-sungguh agar pasukan tadi melemah sehingga ia tidak mampu mencapai hati. Kalaupun berhasil sampai, mereka sudah berada dalam keadaan lemah dan tidak bisa berbuat apa-apa.

Pimpinan musuh itu berkata: Jika kalian telah menguasai pos-pos penjagaan tadi, maka cegahlah pos mata dari mengambil ibrah. Jadikan pandangannya pandangan berahi dan hawa nafsu. Jika ia mencuri-curi pandangan ibrah, maka rusaklah ia dengan pandangan kelalaian dan syahwat. Sesungguhnya yang demikian itu lebih dekat, lebih mengena, dan lebih ringan untuk mata. Perhatikanlah pos ini, karena darinya kalian akan mendapatkan keinginan kalian. Sungguh, tidaklah aku merusak anak Adam dengan perkara yang lebih hebat daripada pandangan. Dengannya aku menanam benih syahwat di hati, lalu aku sirami dengan angan-angan. Secara terus-menerus, kupanjangkan angan-angannya dan menjanjikannya hal yang muluk-muluk, hingga semakin kuat hasratnya. Selanjutnya, kugiring hati dengan kendali hawa nafsu sehingga ia pun keluar dari ‘ishmah (terjaga dari dosa).

Janganlah kalian meremehkan urusan pos mata. Rusaklah ia semampu kalian. Remehkan kedudukannya di hadapan hati dengan mengatakan: ‘Betapa tingginya nilai pandangan yang mengajakmu untuk bertasbih kepada Sang Pencipta, memperhatikan keindahan dan keelokan ciptaan-Nya, yang memang diciptakan sebagai dalil dan petunjuk kepada-Nya bagi orang yang memandangnya. Allah tidak menciptakan kedua matamu sia-sia. Tidaklah Allah menciptakan kecantikan agar terhalangi dari pandangan (mata).’

Jika kalian mendapatkan orang yang ilmunya sedikit dan akalnya rusak, maka katakanlah padanya: “Wujud alam ini merupakan salah satu fenomena al-Haqq (Allah), dan salah satu interpretasi-Nya.” Lalu, ajaklah dia kepada paham Manunggaling Kawula Gusti.²⁵⁶ Jika tidak mau, maka ajaklah kepada paham Hululiyyah, baik yang sifatnya umum maupun khusus.²⁵⁷

Janganlah merasa puas dengan tingkat kesesatan di bawah itu. Sebab, dengan kesesatan ini mereka menjadi saudara kaum Nasrani. Perintahkan pula padanya untuk beribadah, bersikap zuhud di dunia, dan menjaga kesucian diri. Selanjutnya, jadikan ia sebagai umpan untuk merekrut orang-orang bodoh. Inilah perwakilanku yang paling dekat dan tentaraku yang paling besar. Bahkan, aku termasuk di antara tentara dan penolongnya.”

***

~~Ibnu Qayyim al-Jauziyyah | Ad-Daa’ wad Dawaa’ ~

²⁵⁶ Sebagaimana yang didakwahkan oleh kaum shufi yang ekstrim lagi sesat. Mereka berpendapat bahwa Sang Pencipta menyatu dengan makhluk-Nya. Mahatinggi Allah dari apa yang dikatakan oleh orang-orang zhalim dengan ketinggian yang sebesar-besarnya.
²⁵⁷ Ini adalah dakwahan lain dan kedustaan kedua dari makar syaitan terhadap hati orang-orang shufi. Mereka berpendapat bahwa terkadang Sang Pencipta menitis kepada makhluk-Nya (sebagaimana yang dikatakan oleh Nasrani terhadap Nabi Isa. Lihat kitab Majam Alfazbil Aqidah (hlm. 150) Mahasuci Allah (dari apa yang mereka katakan).



Leave a comment