Belajar Islam

Cahaya di Atas Cahaya


Maksiat Memutuskan Hubungan Seorang Hamba dengan Rabbnya

Di antara dampak maksiat yang paling besar adalah putusnya hubungan antara seorang hamba dengan Rabbnya. Jika itu terjadi, terputuslah dirinya dari sebab-sebab kebaikan, bahkan ia tersambung dengan sebab-sebab keburukan.

Kebahagiaan, ketenteraman, dan kehidupan seperti apakah yang dirasakan oleh orang yang terputus dari sebab-sebab kebaikan? Ia juga terputus dari Sang Penolong dan Sang Pelindung yang sangat dibutuhkannya. Manusia senantiasa membutuhkan-Nya, tidak ada yang mampu menggantikan-Nya meski hanya sekejap. Ditambah lagi, dia telah terhubungkan dengan sebab-sebab keburukan, terjalin hubungan dengan musuh bebuyutan (syaitan) yang menguasai dirinya, sementara Allah mengabaikannya.

Tidak ada satu jiwa pun yang mengetahui mudharat dan kepedihan yang ada dalam keterputusan dengan Allah dan keterkaitan dengan syaitan tersebut.

Seorang Salaf berkata: “Aku melihat seorang hamba berada di antara Allah dan syaitan. Apabila Allah berpaling darinya, maka syaitan pun menguasainya; namun jika Allah menjaganya, niscaya syaitan itu tidak mampu menguasainya. Sungguh, Allah telah berfirman:

وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلَكَةِ اسْجُدُوا لِآدَمَ فَسَجَدُوا إِلَّا إِبْلِيسَ كَانَ مِنَ الْجِنِّ فَفَسَقَ عَنْ أَمْرِ رَبِّهِ أَفَتَتَّخِذُونَهُ وَذُرِّيَّتَهُ أَوْلِيَاءَ مِن دُونِي وَهُمْ لَكُمْ عَدُوٌّ بِئْسَ لِلظَّلِمِينَ

“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: Sujudlah kamu kepada Adam! Maka mereka pun sujud kecuali Iblis. Dia adalah dari (golongan) jin, maka dia mendurhakai perintah Rabbnya. Pantaskah kamu menjadikan dia dan keturunannya sebagai pemimpin selain Aku, padahal mereka adalah musuhmu? Sangat buruklah (Iblis itu) sebagai pengganti (Allah) bagi orang yang zhalim.” (QS. Al-Kahfi: 50)

Allah berfirman kepada para hamba-Nya: “Aku telah memuliakan bapak kalian, meninggikan derajat dan melebihkannya di atas makhluk lain. Aku memerintahkan para Malaikat-Ku untuk sujud kepadanya, sebagai bentuk pemuliaan dan penghormatan. Para Malaikat menaati-Ku, namun musuh-Ku dan musuhnya yaitu Iblis enggan melakukannya. Iblis mendurhakai perintah-Ku serta keluar dari ketaatan kepada-Ku. Maka bagaimana mungkin, setelah peristiwa tersebut, kalian malah menjadikan Iblis dan keturunannya sebagai wali-wali selain-Ku? Kalian menaatinya dalam bermaksiat kepada-Ku serta loyal kepadanya dalam menyelisihi keridhaan-Ku. Sungguh, Iblis adalah musuh terbesar kalian. Kalian loyal kepada musuh-Ku, padahal Aku telah memerintahkan kalian untuk memusuhinya.

Barang siapa yang loyal kepada musuh Sang Maharaja, berarti dia serupa dengan musuh tersebut. Sebab, cinta dan ketaatan tidak akan sempurna, kecuali dengan memusuhi musuh Dzat yang ditaati dan loyal dengan para wali-Nya. Jika kamu loyal dengan musuh-musuh Sang Maharaja kemudian mengaku loyal kepada-Nya, maka hal itu adalah suatu kemustahilan. Hal ini jika musuh Sang Maharaja bukan musuhmu. Lantas, bagaimana jika musuh tersebut ternyata adalah musuhmu yang sebenarnya, bahkan permusuhan antara dirimu dan dirinya lebih besar daripada permusuhan antara kambing dan serigala? Dengan demikian, pantaskah bagi orang yang berakal untuk loyal kepada musuhnya dan musuh Sang Pelindung serta Penolongnya, yang tidak ada pelindung selain-Nya?

Allah telah mengingatkan buruknya loyalitas tersebut melalui firman-Nya berikut ini:

… وَهُمْ لَكُمْ عَدُوٌّ .

padahal mereka adalah musuhmu ….” (QS. Al-Kahfi: 50) Keburukan Iblis dan keturunannya juga diingatkan dalam firman-Nya:

“… maka ia mendurhakai perintah Rabbnya ….” (QS. Al-Kahfi: 50)

… فَفَسَقَ عَنْ أَمْرِ رَبِّهِ.

Jelaslah bahwa permusuhan Iblis terhadap Rabbnya dan terhadap kita dapat dijadikan alasan untuk memusuhinya. Karena itu, bagaimana mungkin terjadi loyalitas terhadapnya?

Bagaimana mungkin Iblis serta keturunannya dijadikan sebagai pemimpin?

Amat buruklah perilaku orang-orang zhalim yang telah menjadikan Iblis terlaknat sebagai pengganti Allah.

Dalam seruan itu terdapat celaan yang halus dan mengagumkan, yaitu: “Sesungguhnya Aku telah memusuhi Iblis disebabkan ia tidak mau sujud kepada bapak kalian, Adam, bersama para Malaikat-Ku. Aku memusuhinya karena kalian. Apakah pantas, jika kemudian kalian membuat perjanjian damai dengannya sebagai solusi dari perseteruan tersebut?

***

~ Ibnu Qayyim al-Jauziyyah | Ad-Daa’ wad Dawaa’ ~



Leave a comment