Belajar Islam

Cahaya di Atas Cahaya


Al ‘Aqidah Al Wāsithiyyah: Halaqah 007| Muqaddimah – Muqaddimah Penulis Kitab Bagian 04 | BiAS

بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله رب العالمين والصلاة والسلام على أشرف الأنبياء والمرسلين، وعلى آله وصحبه أجمعين، اما بعد

Sahabat BiAS yang dimuliakan oleh Allāh ‘Azza wa Jalla.

Alhamdulilāh, kita telah sampai pada halaqah yang ke-7 dari kitāb Al ‘Aqidah Al Wāsithiyah (العقيدة الواسطية)

Pada halaqah sebelumnya kita membahas apa yang ditorehkan (ditulis) oleh Ibnu Taimiyyah di dalam muqaddimah kitāb Al ‘Aqidah Al Wāsithiyah (العقيدة الواسطية).

Beliau (rahimahullāh) memulai dengan;

√Bismillāhirrahmānirrahīm (بسم اللّه الرحمن الرحيم).
√Pujian kepada Allāh.
√Syahadat, beliau bersaksi bahwasanya tiada sesembahan yang hak melainkan Allāh ‘Azza wa Jalla.

Maka masih dalam pembukaan atau pendahuluan Al ‘Aqidah Al Wāsithiyah, setelah beliau bersaksi: ‘Lā ilāha illallāh (Tiada sesembahan yang hak melainkan Allāh ‘Azza wa Jalla), beliau melanjutkan dengan bersaksi bahwa Nabi Muhammad shallallāhu ‘alayhi wa sallam adalah utusan Allāh dan juga hamba Allāh.

Saya bacakan apa yang ditulis oleh Ibnu Taimiyyah rahimahullāh:

قال إبن تيمية رحم الله, وأشهد أن محمدا عبده ورسوله صلى الله عليه و على آله وسلم تسليما مزيدا

Berkata Ibnu Taimiyyah rahimahullāh:

“Dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah hamba-Nya dan rasūl-Nya, (maksudnya) hamba dan rasūl Allāh. Semoga Allāh Subhānahu wa Ta’āla melimpahkan shalawatNya kepada Nabi dan keluarganya dan semoga Allāh memberikan keselamatan (salam) kepada Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam.”

Di sini, Ibnu Taimiyyah rahimahullāh memulai persaksiannya dengan mengatakan:

وأشهد أن محمدا عبده ورسوله

“Dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah hamba-Nya dan rasūlNya.”

Sahabat BiAS sekalian.

Kalau kita perhatikan redaksi ini, bagaimana Ibnu Taimiyyah menggunakan, “Bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah hamba dan rasūl Allāh,” ini menunjukkan bahwa seorang muslim hendaknya berlaku proposional (seimbang) terhadap Nabi Muhammad shallallāhu ‘alayhi wa sallam.

Bagaimana maksudnya?

Maksudnya ketika seorang muslim mengikrarkan bahwasanya dia bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah hamba Allāh (عبده) ini menunjukkan bahwa Nabi Muhammad shallallāhu ‘alayhi wa sallam bukanlah seorang Tuhan, bukanlah illāh, bukan sesembahan yang patut disembah.

Maka ini menunjukkan tercelanya (kelirunya) orang-orang yang sampai meninggikan derajat Nabi Muhammad shallallāhu ‘alayhi wa sallam, sehingga tidak ada bedanya dengan derajat ketuhanan.

Seperti:

Kaum Nashrāni yang memuja-muja nabi mereka bahkan beribadah kepada nabi mereka atau beberapa kelompok yang menisbatkan diri mereka kepada Islām dan mereka menyembah bahkan meminta anak, rejeki dan sebagainya kepada Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam.

Mereka meminta dipenuhi hajatnya oleh Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam atau memuja Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam dengan sihir-sihir yang kalau kita dalami maknanya ada di situ hal-hal yang menyerupai sesuatu yang itu khusus untuk Allāh ‘Azza wa Jalla saja.

Selanjutnya Ibnu Taimiyyah rahimahullāh mengatakan: ورسوله, beliau bersaksi bahwanya Nabi Muhammad adalah hamba Allāh dan rasūl-Nya, ini juga menjadikan kita tidak meremehkan rasūl.

Jadi di sini kita berada ditengah-tengah, tidak menuhankan Rasūlullāh, karena Rasūlullāh adalah hamba-Nya, namun meskipun beliau adalah hamba Allāh (manusia) namun beliau bukan manusia biasa.

Beliau adalah Nabi (rasūl Allāh) yang perkataan dan perbuatannya adalah wahyu yang harus kita turuti.

Tidak seperti kaum liberal (orang Yahūdi) yang meremehkan Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam, atau orang-orang Islām yang acuh (tidak peduli) terhadap hadīts-hadīts Nabi dan sebagainya. Maka ini juga merupakan tindakan yang tercela.

Maka dengan mengatakan: عبده ورسوله (hamba dan rasūlNya), maka sejatinya seorang muslim berada ditengah-tengah dari mengangungkan Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam secara berlebihan dan meremehkan Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam seakan-akan beliau bukan rasūl dan sebagainya.

Setelah Ibnu Taimiyyah bersaksi kemudian beliau bershalawat kepada Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam.

Dengan mengatakan:

صلى الله عليه و على آله وسلم تسليما مزيدا

“Semoga shalawat tercurahkan kepada Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam dan keluarganya dan semoga Allāh memberikan keselamatan (salam) kepada Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam.”

Shalawat dari Allāh, apa maksudnya?

Banyak tafsiran tentang apa yang dimaksud dengan Allāh bershalawat kepada Nabi.

Maka tafsiran yang paling baik sebagaimana yang diucapkan oleh Abdul Aliyyah bahwa shalawat Allāh bermakna:

صلاة الله على رسوله سنائه عليه في الملاء الأعلى

“Pujian Allāh terhadap Nabi Muhammad shallallāhu ‘alayhi wa sallam diantara malāikat-malāikat-Nya.

Dalam artian, Allāh memuji Nabi Muhammad shallallāhu ‘alayhi wa sallam di hadapan para malāikat, inilah yang dimaksud shalawat Allāh ‘Azza wa Jalla.

Sebagaimana firman Allāh Subhānahu wa Ta’āla :

يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ صَلُّوا۟ عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا۟ تَسْلِيمًا

“Wahai orang-orang yang berimān, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (Qs. Al Ahzāb: 56)

Sedangkan shalawat hamba untuk Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam maksudnya adalah mereka meminta Allāh untuk memberikan shalawatnya kepada Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam.

Apa itu shalawat Allāh kepada Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam itu?

Allāh Subhānahu wa Ta’āla memuji Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam di hadapan para malāikat-Nya.

Dan shalawat memiliki faedah yang sangat agung. Shalawat memiliki keutamaan yang banyak, bahkan kalau kita mau melirik kitāb Jala’ul Afham yang dikarang oleh Ibnu Qayyim Al Jauziyyah, di situ disebutkan kurang lebih ada 100 manfaat shalawat.

(Saya kurang tahu apakah kitāb ini sudah diterjemahkan atau tidak. Namum bila sudah diterjemahkan silahkan dicari dan dibaca, bagaimana luar biasanya keutamaan dari shalawat kepada Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam.)

Maka hendaknya kita memperbanyak shalawat kepada Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam.

Shalawat yang paling mudah adalah:

اللهم صلِّ على محمد

“Yā Allāh, curahkanlah shalawat kepada Nabi Muhammad.”

Tidak perlu waktu tertentu atau dengan berjama’ah. Shalawat di mana saja dan jadwalkan ketika waktu senggang atau mungkin ketika kita bepergian, sambil menyetir mobil atau membawa motor atau menunggu bis dan sebagainya. Kita bershalawat kepada Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam sambil menunggu kegiatan-kegiatan kita agar berkah waktu kita.

Selanjutnya beliau mengatakan:

و على آله

“Dan shalawat semoga tercurahkan kepada keluarga Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam.”

Siapa yang dimaksud keluarga Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam?

Keluarga Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam bisa memiliki dua makna:

⑴ Bisa diartikan keluarga Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam yang haram menerima zakāt, yaitu keluarga Nabi dari jalur Banī Hāsyim.

Salah satunya, shahābat Āli bin Abī Thālib atau paman beliau Hamzah atau paman beliau ‘Abbās atau sepupu beliau Ibnu Abbās dan lainnya, ini termasuk golongan ahli Nabi atau yang sering disebut ahlil bayt atau di zaman sekarang sering dipanggil dengan sebutan habib.

Itu mungkin orang-orang yang memiliki hubungan kekerabatan atau mereka keturunan dari Banī Hāsyim.

Soal kita percaya atau tidak, apakah masih ada atau tidak keturunan rasūl di zaman sekarang, masih ada, hanya saja memang ada yang betul yang memang mereka memiliki pohon nasab.

Jadi kalau kita tanya apakah betul anda keturunan dari Banī Hāsyim atau ahlil bayt ? Maka dia bisa memberikan nasabnya.

Mungkin ada juga yang pura-pura, namun yang penting kita harus memuliakan ahlil bayt yang nanti akan dijelaskan oleh Ibnu Taimiyyah di akhir kitāb.

Di bab-bab poin akhir, Ibnu Taimiyyah rahimahullāh menjelaskan hak-hak ahlul bayt.

Namun perlu diperhatikan bahwa ahlul bayt tidak ma’shum, sehingga ahlul bayt bisa keliru, bisa berfatwa keliru bahkan mungkin bisa condong terhadap beberapa kelompok sesat. Bahkan ada keluarga Nabi yang (maaf) dikāfirkan dan tidak dianggap sebagai ahlul bayt, seperti Abū Lahab.

Abū Lahab dari Banī Hāsyim, namun kenapa tidak disebut ahlul bayt atau keluarga Nabi?

Karena beliau menyimpang, karena Abū Lahab telah terjerumus ke dalam kekāfiran.

Selanjutnya adalah:

وسلم تسليما مزيدا

Semoga salam dari Allāh tercurah kepada Nabi Muhammad. Salam maksudnya adalah do’a, kita meminta kepada Allāh agar memberikan kepada Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam keselamatan dari segala kekurangan, dari segala kehinaan dan sebagainya.

Ini saja yang dapat saya sampaikan, in syā Allāh kita akan lanjutkan pada halaqah berikutnya.

وصلاة وسلم على نبينا محمد و آله وصحبه أجمعين
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

Ustadz Rizqo Kamil Ibrahim, Lc.



Leave a comment